Monday, December 8, 2008

TEORI FONOLOGI STRUKTURAL

TEORI FONOLOGI STRUKTURAL

AHDI RIYONO, S.S., M.Hum

Sekitar abad ke-17, 18 dan awal abad ke-19 kajian bahasa telah berkembang dari masa ke masa. Pemikiran ahli filsafat bahasa Baudoin de Courteney dan Ferdinand De Saussure banyak mempengaruhi pemikiran dan cara pandang terhadap bahasa.
Sekita tahun 1920 seorang pakar filsafat bahasa T.G. Masaryk dan V. Mathesuis berhasil menyatukan ahli bahasa aliran struktural di kota Praha, Cekoslowakia. Kedua sarjana tersebut memberikan peranan kajian bahasa secara sinkronis (kajian bahasa dalam satu masa) yang pada sebelumnya kajian bahasa diarahkan pada diakronis (Kesejarahan bahasa).

pemakaian bahasa jawa

PEMAKAIAN BAHASA JAWA DI KABUPATEN KUDUS:

TINJAUAN SINKRONIS DAN SOSIOLINGUISTIK

Ahdi Riyono, Agung Dwi Nurcahyo, Fajar Kartika

INTISARI

Kabupaten Kudus adalah daerah di Pantura Jawa Tengah yang memiliki pemakaian variasi BJ dengan pola yang bervariasi pada masing-masing TP. Penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan variasi pemakaian BJKK dengan menggunakan variabel sosial, yaitu dari latar belakang pendidikan, dan usia penutur BJKK. Dengan mendasarkan diri pada perbedaan desa-kota, data penelitian diambil dari tiga Titik Pengamatan (TP); yaitu Kelurahan Kajeksan, Kecamatan Kota (TP 1) yang mewakili TP kota, Desa Tergo Kecamatan Dawe diwilayah pengunungan (TP 2), dan Desa Temulus Kecamatan Mejobo (TP 3) yang mewakili TP desa wilayah yang bukan pengunungan.. Penggalian data memanfaatkan alat penelitian berupa daftar kata Swadesh (hasil revisi Blust) yang memuat 200 kosa kata dasar baku yang dikembangkan menjadi 450 tanyaan dengan teknik pengumpulan data dengan mencatat dan merekam. Metode observasi-partisipatif dengan menerapkan teknik libat cakap. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis satuan lingual. Untuk melihat variasi digunakan metode padan dengan membandingkan data BJKK dengan Bahasa Jawa Baku (BJB). Penyajian diuraikan dengan metode formal dan informal. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) BJKK memiliki 7 fonem vokal dan 21 fonem kosonan. (2) Pada tataran morfologis disimpulkan terjadi proses afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan. (3) Variasi leksikal yang terjadi dalam BJKK menunjukkan gejala beberapa kosa kata yng unik. (4) Variasi tingkat tutur dalam BJKK terjadi pada tingkat tutur ngoko, madya, dan krama. Namun lebih didominasi kosa kata ngoko.

Kata-kata kunci : Variasi pemakaian bahasa, Variabel sosial, Variabel geografis desa-kota.

Saturday, December 6, 2008

sosioLINGUSITIK


Alih Kode dan Fungsinya Dalam Film Kiamat Sudah Dekat

Oleh Ahdi Riyono*

A language is what native speakers say, not what someone thinks they ought to say (Clifford H. Prator, 1980).

Setiap bahasa dapat dipastikan memiliki variasi atau ragam bahasa. Hal ini dikarenakan pengguna bahasa atau para penutur bahasa memiliki latar belakang yang beragam. Mereka dapat berasal dari golongan orang tua, dewasa ataupun remaja. Variasi atau aneka kode menurut pemakaiannya merupakan aturan-aturan bahasa yang bersifat sosial yang muncul dalam setiap komunikasi dan tidak mungkin diabaikan.

Setiap pembicaraan ditentukan oleh siapa yang berbicara, dengan siapa, di mana, bilamana, tentang apa, dan dengan sarana/cara apa seseorang itu berbicara. Dalam film ‘Kiamat Sudah Dekat’ yang dibintangi oleh Deddy Mizwar sebagai pak haji, Andre Stinky sebagai Fandy, dan Muhammad Dwiki Reza sebagai Saprol terdapat aneka kode yang digunakan oleh ketiga tokoh tersebut dan karakter lainnya. Mereka mewakili dari golongan tiga generasi orang tua, dewasa, dan Remaja. Dalam berbagai situasi tutur, mereka menggunakan variasi kode yang berbeda-beda.

Sementara itu, kajian bahasa yang mengaitkan bahasa dengan faktor-faktor kemasyarakatan atau sosial dikaji dalam sosiolinguistik. Sosiolinguistik termasuk bidang linguistik yang melihat persoalan bahasa sebagai alat komunikasi. Sosiolinguistik melihat bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa.

Konsep tentang kode dalam konteks alih kode tidak sama dengan bahasa. Kode dalam istilah alih kode cocok diberikan pengertian sebagai varian (atau variasi) tertentu dalam suatu bahasa (Kridalaksana, 1983: 86). Pengertian ini sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Wojowasito (dalam Halim(ed), 1981) yang menggunakan istilah kode dengan pengertian yang agak lurus, tidak saja berupa bahasa dan logat, tetapi juga tingkat-tingkat, gaya cerita, dan gaya percakapan. Sedangkan Poejosoedarmo (1978) memberikan definisi kode ialah suatu sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya mempunyai ciri-ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan lawan bicara dan situasi tutur yang ada.

Sampai di sini, alih kode dapat diartikan sebagai alih varian dalam penggunaan bahasa karena pada waktu berbicara, seseorang pembicara sering mengganti kode bahasanya. Menurut Hudson (1996: 51) alih kode terjadi karena di dalam masyarakat terdapat lebih dari satu bahasa atau variasi yang disebut dengan bilingualisme atau multilingualisme. Setiap individu yang berbicara lebih dari satu bahasa pasti akan memilih diantara bahasa-bahasa itu sesuai dengan kapan bahasa itu digunakan. Masih menurut Hudson (1996: 51) pertimbangan dalam memilih bahasa atau variasi; (1) bahasa atau variasi harus dapat dipahami mitra tutur, (2) disesuaikan dengan aturan sosial (social rules).

Dengan demikian alih kode adalah alih bahasa dengan tujuan mengakomodasikan berbagai macam variasi bahasa: dialek dan register. Alih kode yang demikian menurut Hudson (1996: 52) disebut dengan alih kode situasional, yaitu peralihan kode terjadi bersamaan dengan perubahan situasi eksternal yang dapat diamati. Contoh alih kode situasional seseorang penutur yang sedang berbicara terhadap seseorang O2, dan biasanya, dia pakai bahasa Indonesia. Tiba-tiba saja, karena satu dan lain hal, di ganti bahasa itu dengan bahasa Jawa Krama. Pergantian itu bisa hanya berlangsung satu kalimat lalu pembicaraan kembali lagi ke kode biasanya, yakni bahasa Indonesia (Poedjosoedarmo, 1978:2). Sedangkan peralihan kode yang didasarkan karakteristik situasi eksternalnya tidak atau sulit ditentukan disebut alih kode metaforis (Methaphorical switching) (Blom dan Gumpers 1971 dalam Hudson 1996).

Film kiamat sudah dekat merupakan film yang bernuansa edukatif dan religius serta menggambarkan masyarakat multilingual. Dengan demikian, terdapat alih kode dalam hampir setiap pembicaraan. Film ini menggambarkan perjalanan seorang anak muda, seorang musisi rock, rocker, yang sama sekali tidak mengerti masalah agama, ingin mendapatkan seorang wanita muslimah bernama Sarah, putri seorang pak haji/kyai.

Dalam film ini muncul alih kode yang digunakan dalam bertutur oleh para karakter utama yang tentunya mempunyai fungsi dan tujuan kemasyarakatan tertentu. Berikut berberapa jenis alih kode yang muncul:

Alih Kode Bahasa Arab
Alih kode adalah bentuk peralihan kode dalam percakapan dengan dengan tujuan-tujuan tertentu. Berikut contoh beberapa alih kode yang terdapat dalam Film Kiamat Sudah Dekat; contoh (8) terjadi saat Fandi ketemu pak haji di Mushola setelah sholat Ashar.
(8)
Pak haji : Jadi bener elo pengin kawin ama anak gue?
Fandi : ya, biasanya sih penjajakan dulu pak haji, pacaran!, pacaran!.
Pak haji : Gak, gak ada pacaran, haram!. Langsung nikah!
Fandi : (nampak kegirangan), oh, I like it. Boleh-boleh, ok!
Pak haji : pacaran nanti kalo udah kawin, aman gak ada fitnah.
Fandi : Oh, that’s right, pak haji. Betul-bentul.

Dari penggalan contoh tuturan (8) tampak pak haji menggunakan alih kode, yaitu menggunakan bahasa Arab saat Fandi mengatakan pacaran!, pacaran. Tuturan haram! Adalah kependekan dari tuturan lengkap hada haram (ini haram). Kata hada diganti dengan intonasi yang keras pada kata haram. Dengan demikian, arah alih kode dalam cuplikan contoh di atas adalah dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Arab.

Pada tuturan sample (1) pun terdapat alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Arab
H.R : Anak muda, seminggu lagi datang ke mushola ba’da Ashar!
Fandi : Jam berapa pak?
H.R : Ba’da ashar.
Fandi : Ba’da ashar, ya. Ok, fine.

Dari cuplikan tuturan (1) di atas dapat dilihat bahwa alih kode dilakukan Haji Romli pada saat ia menjanjikan ketemu kembali dengan Fandi pada minggu depannya. Namun, pak haji tidak menyebutkan jamnya tapi hanya tempat, yaitu mushola dan ba’da ashar. Kemudian Fandi menanyakan kembali pukul berapa dia harus ketemu di mushola. Pak haji tetap jawab ba’da ashar. Ba’da ashar adalah frasa arab yang artinya setelah sholat ashar. Jadi, arah alih kode di atas adalah dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Arab.

Alih Kode Bahasa Inggris
Seperti alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Arab juga, banyak digunakan alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris. Berikut contoh dari sample (8).
Pak haji : Gak, gak ada pacaran, haram!. Langsung nikah!
Fandi : (nampak kegirangan), oh, I like it. Boleh-boleh, ok!
Pak haji : pacaran nanti kalo udah kawin, aman gak ada fitnah.
Fandi : Oh, that’s right, pak haji. Betul-bentul.

Dari percakapan (8) Si Fandi yang mempunyai latarbelakang cukup lama tinggal di Amerika saat bercakap-cakap dengan Haji Romli sebelumnya menggunakan bahasa Indonesia yang agak formal tiba-tiba pada saat pak haji mengatakan haram!, langsung nikah, Si Fandi mengalihkan kode dari bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. "Oh, I like it" Ok, ‘that’s right’, yang artinya oh, saya setuju itu ya, itu tepat. Dengan demikian, dapat dikatakan arah alih kode dalam cuplikan percakapan di atas adalah dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris.

C ontoh selanjutnya adalah dari sample (7)
Konteks saat Fandi akan merekam si Saprol untuk membaca bacaan sholat.
Fandi : Ok, men?
Saprol : Ok, men.
Fandi : Siap ya, ok. One, two, three go!

Dari percakapan (7) di atas dapat dilihat bahwa alih kode dilakukan oleh Fandi. Alih kode yang dimaksud adalah dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris, yakni siap ya, ok. One, two, three go! ‘ satu, dua, tiga, mulai!’. Alih kode itu terjadi pada saat Fandi memberi aba-aba Saprol untuk memulai rekamannya.

Fungsi Alih Kode
Ditinjau dari sementaranya atau tidak sementaranya alih kode yang terdapat dalam wacana Film Kiamat Sudah Dekat, dapatlah dikatakan bahwa semua alih kode yang ada dalam wacana tersebut adalah bersifat tetap. Hal yang demikian disebabkan kontak bahasa di antara pelakunya bersifat terus-menerus.

Dari penelitian, didapatkan bahwa ternyata alih kode itu memang memiliki arah tertentu dan peralihan dari satu kode ke kode yang lain itu pasti memiliki maksud. Dengan kata lain, penutur dalam beralih kode pastilah memiliki fungsi. Fungsi-fungsi tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

Fungsi larangan
Dalam wacana percakapan contoh (8), alih kode yang digunakan oleh Haji Romli dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Arab saat merespon jawaban Fandi yang ingin berpacaran dahulu sebelum menikahi Si Sarah. Dengan nada tinggi, haji Romli mengatakan ‘haram’!, dengan diikuti ungkapan langsung nikah. Maksud dari alih kode tersebut adalah larangan untuk berpacaran.

Karena dalam pandangan Haji Romli pacaran dilarang dalam agama Islam, sehingga ia langsung berujar ‘langsung nikah’. Artinya setelah dikenalkan dan cocok langsung nikah. Jadi tidak dengan pacaran. Dengan demikian fungsi dari alih kode di atas adalah fungsi pelarangan.

Fungsi Ujian
Dalam wacana tuturan (1), ketika Haji Romli bertemu dengan Fandi di rumahnya, kemudian mereka membuat perjanjian ketemu lagi. Melihat gelagat Fandi adalah pemuda yang tidak tahu agama dan tidak pernah sholat, lalu Haji Romli mengharapkan pada Fandi untuk menemuinya kembali di mushola ba’da ashar. Frasa ba’da ashar ditelinga Fandi agak aneh dan bingung apa yang dimaksud Haji Romli. Kemudian dia kembali bertanya jam berapa? Tetap dijawab ba’da ashar. Di sini ada praanggapan dalam diri Haji Romli bahwa kalau Fandi sholat pasti akan tahu pukul berapa ba’da ashar. Dengan demikian fungsi alih kode dalam percakapan (1) adalah fungsi ujian.

Fungsi menyatakan persetujuan
Dalam tuturan (8) ketika Haji Romli melarang Fandi untuk berpacaran dengan anaknya, Si Sarah Haji Romli memberikan solusi langsung nikah. Dengan solusi yang diberikan Haji Romli tersebut Fandi dengan gembira mengatakan oh, I like it. Boleh-boleh, ok!. Alih kode yang diucapkan oleh Fandi berfungsi untuk menyatakan persetujuan pada apa yang dikehendaki Haji Romli. Dengan demikian alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris berfungsi untuk menyatakan persetujuan.

Fungsi aba-aba
Di samping fungsi-fungsi yang telah disebutakan, terdapat fungsi lain, yaitu fungsi memberikan aba-aba. Hal ini dapat dilihat pada sample (7), yaitu pada saat Fandi akan merekam Saprol untuk membaca bacaan sholat. Setelah Si Saprol siap di depan peralatan rekam, kemudian Fandi memberi aba-aba dengan menggunakan bahasa Inggris "One, two, three go! Yang artinya satu, dua, tiga,mulai. Dengan demikian, fungsi dari alih kode ini adalah untuk menyatakan aba-aba.

Dengan demikian, Pemakaian bahasa dalam masyarakat yang berdwibahasa (bilingual) atau multibahasa (multilingual) merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji dari perspektif sosiolinguistik. Masyarakat Jakarta (Betawi) adalah masyarakat yang berdwibahasa. Artinya kedwibahasaan atau bermultibahasaan tersebut dapat memunculkan pemakaian bahasa yang bervariasi dalam masyarakat, khusunya alih kode.

* Penulis adalah staf pengajar pada program Pendidikan Bahasa Inggris, dan ketua Kelompok Studi Bahasa dan Budaya (KS2B), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muria Kudus, Kudus, Jawa Tengah.

BAHASA CERMIN BUDAYA

Bahasa Cermin Budaya Lokal
Pemerintah Perlu Tetapkan Perda Bahasa Daerah

WONG Jowo kelangan jawane (orang Jawa kehilangan Jawanya), mungkin ungkapan ini sangat pas, untuk mengungkapkan kondisi masyarakat Jawa saat ini. Karena sebagai orang Jawa, justru tidak banyak menguasai Bahasa Jawa.

Bukan hanya bahasanya saja yang hilang dari lidah Jawanya. Tapi dialek Jawa asli, juga tidak kentara lagi. Padahal, bahasa merupakan cermin budaya lokal.

"Adanya orang itu tahu kalau dia orang Jepara, karena ketika berbicara, menggunakan partikel "si" atau "tah". Atau orang itu dianggap orang Pati, karena ada partikel khas yaitu "go" atau "leh" ketika berbicara," tandas peneliti bahasa pada Universitas Muria Kudus (UMK) Ahdi Riyono.

Partikel-partikel bahasa dan dialek daerah, sebenarnya sangat penting untuk dipertahankan. Karena itu yang sebenarnya, menjadi ciri khas daerah. Tapi selama ini, di sekolah-sekolah yang diajarkan, adalah Bahasa Jawa standar. Yaitu Jawa Solo dan Jogjakarta. Karena Bahasa Jawa-nya orang pantura, dianggap kasar.

"Padahal sebenarnya tidak. Memang begitu kenyataannya, dan itulah sebenarnya ciri khas kita," katanya.

Agar dialek-dialek dan bahasa-bahasa khas daerah ini tidak hilang, pemerintah perlu menerapkan peraturan daerah (perda) atau semacam aturan, yang melindungi bahasa daerah. Agar ciri khas daerah, tidak hilang dari daerah itu sendiri.

Seperti yang terjadi di Kabupaten Kebumen. Di sana, pemerintahnya menerapkan perda, untuk melindungi dialek daerah asli Banyumasan. Bahkan, selain Bahasa Jawa standar (Solo-Jogja), buku tentang bahasa khas Banyumasan juga, diajarkan di sekolah.

"Pemerintah seharusnya, bisa menerapkan dialek bahasa daerah, minimal di SD. Dan SD seharusnya mengajarkan bahasa yang sesuai dialek derahnya, bukan bahasa Jawa standar," ujar Ahdi saat ditemui di kantornya beberapa waktu lalu.

Di samping itu, Bahasa Jawa mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Yaitu berperan sebagai penalaran dan terintegratif dengan masyarakat.

Penalaran, karena Bahasa Jawa punya sikap dan gaya berpikir. Ketika lepas dari Bahasa Jawa, katanya, maka naluri Jawanya orang tersebut hilang.

Seperti menggunakan kata sindiran. Orang jawa lebih halus mengungkapkannya. Begitu juga kalau mau berkunjung, orang yang mempunyai naluri Jawa, tidak pernah membuat janji terlebih dahulu. Karena menurut Ahdi, kalau membuat janji, sama halnya minta suguhan.

Sedangkan Bahasa Jawa bisa terintegrasi dengan masyarakat, karena Bahasa Jawa mempunyai tingkat tutur. Tidak semua orang bisa diperlakukan dengan bahasa yang sama. Jawa ngoko, digunakan untuk sesama dan krama, digunakan untuk orang yang lebih dihormati.

"Semakin orang itu mengerti Bahasa Jawa, maka dia semakin tahu, bagaimana menghormati seseorang. Selain pada bahasa, juga tersimbol pada gerakan," ungkapnya.

Untuk mempersilahkan seseorang yang lebih dihormati, orang akan merendahkan pundaknya. Tanpa mengatakan sepatah katapun, orang sudah tahu, kalau itu bentuk penghormatan