Belajar Cinta Tanah Air
dari Lagu Kebangsaan “ Indonesia
Raya Versi Asli”
Ahdi
Riyono
Dosen
FKIP UMK
Nasionalisme merupakan paham yang menciptakan dan
mempertahankan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama
untuk sekelompok manusia.
Pengertian nasionalisme oleh Geger Riyanto diistilahkan sebagai kebangsaan,
dirumuskan sebagai sebuah endapan sejarah kesamaan nasib sekelompok orang dan
visi masa depan yang mereka impikan bersama.
Rasa kebangsaan atau nasionalisme timbul di tengah
masyarakat ketika naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong
mereka untuk mempertahankan negerinya sebagai tempat hidup dan menggantungkan
diri. Pada saat suatu masyarakat dijajah dan dikuasai oleh kelompok lain, maka
rasa kebangsaan itu dapat timbul. Penderitaan, ketidakadilan, ketidakbebasan
memunculkan rasa kebersamaan dan pada akhirnya melahirkan keinginan yang besar
untuk bebas, melahirkan tekad yang kuat untuk memiliki kekuatan politik sendiri.
Kala perjuangan meraih kekuatan politik dan
terlepas dari cengkraman kelompok lain sudah diraih, maka rasa kebangsaan atau
nasionalisme kian lama kian memudar dan dilupakan seiring dengan perkembangan zaman dan
pergantian generasi. Lupa adalah gerakan tidak sadar. Leo Tolstoy dalam Diary
(1897) dikutip Saifur Rohman (2009) menulis, jika kehidupan berlalu tanpa
disadari, kehidupan itu tidak pernah terjadi. Secara psikologis, lupa adalah
peristiwa yang menyusup arus kesadaran sehingga ada diluar kendali. Edmuns
Husserl melihat, saat peristiwa lupa berlalu, kesadaran melakukan refleksi.
Wajar manakala Ben Anderson merumuskan entitas
kebangsaan sebagai komunitas yang dibayangkan “imagined community”
karena entitas itu harus senantiasa dipupuk agar bayangan itu tetap ada.
Agar terhindar dari menipis dan menghilangnya rasa
nasionalisme, yang lumrah disebabkan faktor
lupa, harus ada metode yang dapat
dipakai terus menerus untuk mengingatkan bangsa ini setiap saat. Bagi seorang
seniman, lagu adalah cara paling tepat dijadikan alat pengingat (reminder).
Dalam proses melawan lupa setidaknya ada dalam
syair lagu WR Soepratman “ Indonesia Raya’. Berdasarkan analisis semantik dan
semiotik bahwa lagu itu memberikan wasiat tentang mekanisme melawan lupa
syair-syairnya berisi tentang bagaimana bangsa ini memimpikan Indonesia.
Lagu Indonesia ini sebetulnya ada tiga stanza. Dan masing-masing
memiliki tekanan dan nilai-nilai patriotik yang harus senantiasa diingat oleh
anak bangsa. Pada stantza pertama “ Indonesia tanah air ku, tanah tumpah
darahku’. Syair ini mengingatkan asal usul kita sebagai bangsa. Dan, kita
diajak untuk menjadikan persatuan sebagai tali pengikatnya, “marilah kita
berseru Indonesia bersatu”. Karena kita punya pengalaman ratusan
tahun, rasa kedaerahan dan tidak adanya
persatuan justru terus membuat penjajah berkuasa selama 350 tahun. Dengan
persatuan kita dapat mengatasi masalah bangsa, termasuk penjajahan, dalam hal
ini kita artikan secara luas.
Kerangka berpikir ‘bersatu’ lalu dikuatkan dengan “hiduplah
bangsaku, hiduplah negeriku”. Secara semantik maknanya agar kita menjaga
bangsa ini agar tetap hidup dalam bingkai kesatuan, dan secara semiotik ini
adalah tanda yang dipakai sebagai sebuah ajakan agar senantiasa kita selalu
menjaga kehidupan bangsa dengan sebaik-baiknya untuk menyongsong masa depan.
Lalu soepratman menyerukan “bangunlah jiwanya bangunlah badannya untuk
Indonesia Raya”. Indonesia ini di hidupkan dengan sebuah kesadaran bahwa
hidup bangsa ini harus dibangun berdasarkan aspek spiritualitas (kesadaran
bahwa bangsa ini hidup adalah anugerah
Allah) atau dalam bahasa agamanya, “idrak
silabillah” dan material, dalam bahasa
Jawa dikenal dengan “wadak” (jasad). Maksudnya jasad ini akan tetap
hidup ( tanah dan air), manakala persatuan dan kesatuan tetap eksis.
Ketika ucapan ‘merdeka’ dilantangkan,
sebetulnya soepratman mengajak kita agar negeri ini dibebaskan dari semua
bentuk penjajahan baik oleh bangsa asing maupun bangsa sendiri, bebas dari
ketertindasan dan ketidakadilan dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial
budaya. “ Indonesia raya medeka! Merdeka! Tanahku, negeriku yang kucinta”.
Pada stanza kedua, Soepratman mengingatkan “Marilah
kita mendoa, Indonesia bahagia”. Ini artinya bahwa kebahagian adalah sebuah
tujuan yang hendak kita cita-citakan bersama, namun cita-cita ini harus tidak
lepas dari Tuhan. Dalam membangun bangsa dan negara Indonesia, kita tidak boleh
sekuler dengan melupakan Tuhan. Karena saat kita lupa Tuhan, maka bukan
kebahagiaan yang didapat justru malah kesengsaraan.
Secara tidak langsung, Soepratman juga mengajak
kita agar selalu mensyukuri nikmat kemerdekaan ini dengan cara menjadikan
spiritulitas sebagai bagian dari bangsa ini. Para pemimpin jangan sekali-kali
menjauhkan bangsa ini dari Tuhannya. Dengan berdoa, tanah dan jiwa bangsa ini
akan disuburkan, hati para pemimpim dan rakyatnya akan disadarkan bahwa
pengabdian kita kepada Tuhan kita peruntukkan untuk “Indonesia Raya”.
“Suburlah tanahnya, Suburlah jiwanya, Bangsanya, Rakyatnya, semuanya, Sadarlah
hatinya, Sadarlah budinya, Untuk Indonesia Raya”.
Kemudian, pada stanza ketiga ada harapan bangsa
ini dapat mencapai kejayaannya. Dengan cara, tidak menjual harga diri bangsa
ini dengan apa-apa yang berharga bagi
bangsa ini, rakyat, dan wilayahnya, Soepratman mengingatkan”S'lamatlah
rakyatnya, S'lamatlah putranya, Pulaunya, lautnya, semuanya”. Artinya, kita
menyosong kemajuan bangsa dengan cara meningkatkan harkat dan martabat rakyat
dengan pendidikan yang menyadarkan (mencerahkan) hati dan budinya, serta
mengelola sumber daya alam ini dari, oleh dan untuk rakyat, sehingga
kita akan akan maju bersama, dengan suara keras meneriakkan “ Majulah negerinya, Majulah Pandunya, untuk
Indonesia Raya”
Pengulangan terus menerus dan aneka simbol yang
diciptakan untuk entitas Indonesia adalah upaya untuk melawan lupa. Dan secara
psikologis, saat lagu ini dinyanyikan terus menerus, akan masuk ke alam bawah
sadar bangsa ini, dan akhirnya akan menjadikan perilaku bangsa. Bangsa ini
bangsa yang besar, sudah sepantasnya selalu ingat asal usul dan tujuannya.
Indonesia sudah
diproklamasikan sejak 1945, sangat ironis manakala perilaku bangsa ini
melupakan Indonesia Raya. Maka, kita patut mempertanyakan kesadaran kita
sebagai bangsa. Oleh karena itu, mari mulai hari ini, tata kembali kehidupan
bangsa ini sebagaimana yang termaktub dalam lagu kebangsaan kita, yaitu,
bersatu, bahagia, dan maju bersama. Amin.
No comments:
Post a Comment