Saturday, December 6, 2008

BAHASA CERMIN BUDAYA

Bahasa Cermin Budaya Lokal
Pemerintah Perlu Tetapkan Perda Bahasa Daerah

WONG Jowo kelangan jawane (orang Jawa kehilangan Jawanya), mungkin ungkapan ini sangat pas, untuk mengungkapkan kondisi masyarakat Jawa saat ini. Karena sebagai orang Jawa, justru tidak banyak menguasai Bahasa Jawa.

Bukan hanya bahasanya saja yang hilang dari lidah Jawanya. Tapi dialek Jawa asli, juga tidak kentara lagi. Padahal, bahasa merupakan cermin budaya lokal.

"Adanya orang itu tahu kalau dia orang Jepara, karena ketika berbicara, menggunakan partikel "si" atau "tah". Atau orang itu dianggap orang Pati, karena ada partikel khas yaitu "go" atau "leh" ketika berbicara," tandas peneliti bahasa pada Universitas Muria Kudus (UMK) Ahdi Riyono.

Partikel-partikel bahasa dan dialek daerah, sebenarnya sangat penting untuk dipertahankan. Karena itu yang sebenarnya, menjadi ciri khas daerah. Tapi selama ini, di sekolah-sekolah yang diajarkan, adalah Bahasa Jawa standar. Yaitu Jawa Solo dan Jogjakarta. Karena Bahasa Jawa-nya orang pantura, dianggap kasar.

"Padahal sebenarnya tidak. Memang begitu kenyataannya, dan itulah sebenarnya ciri khas kita," katanya.

Agar dialek-dialek dan bahasa-bahasa khas daerah ini tidak hilang, pemerintah perlu menerapkan peraturan daerah (perda) atau semacam aturan, yang melindungi bahasa daerah. Agar ciri khas daerah, tidak hilang dari daerah itu sendiri.

Seperti yang terjadi di Kabupaten Kebumen. Di sana, pemerintahnya menerapkan perda, untuk melindungi dialek daerah asli Banyumasan. Bahkan, selain Bahasa Jawa standar (Solo-Jogja), buku tentang bahasa khas Banyumasan juga, diajarkan di sekolah.

"Pemerintah seharusnya, bisa menerapkan dialek bahasa daerah, minimal di SD. Dan SD seharusnya mengajarkan bahasa yang sesuai dialek derahnya, bukan bahasa Jawa standar," ujar Ahdi saat ditemui di kantornya beberapa waktu lalu.

Di samping itu, Bahasa Jawa mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Yaitu berperan sebagai penalaran dan terintegratif dengan masyarakat.

Penalaran, karena Bahasa Jawa punya sikap dan gaya berpikir. Ketika lepas dari Bahasa Jawa, katanya, maka naluri Jawanya orang tersebut hilang.

Seperti menggunakan kata sindiran. Orang jawa lebih halus mengungkapkannya. Begitu juga kalau mau berkunjung, orang yang mempunyai naluri Jawa, tidak pernah membuat janji terlebih dahulu. Karena menurut Ahdi, kalau membuat janji, sama halnya minta suguhan.

Sedangkan Bahasa Jawa bisa terintegrasi dengan masyarakat, karena Bahasa Jawa mempunyai tingkat tutur. Tidak semua orang bisa diperlakukan dengan bahasa yang sama. Jawa ngoko, digunakan untuk sesama dan krama, digunakan untuk orang yang lebih dihormati.

"Semakin orang itu mengerti Bahasa Jawa, maka dia semakin tahu, bagaimana menghormati seseorang. Selain pada bahasa, juga tersimbol pada gerakan," ungkapnya.

Untuk mempersilahkan seseorang yang lebih dihormati, orang akan merendahkan pundaknya. Tanpa mengatakan sepatah katapun, orang sudah tahu, kalau itu bentuk penghormatan

1 comment:

Anto said...

NAMA SAYA KISWANTO, ALUMNI UNDIP. MUDAH-MUDAHAN INI PAK AHDI RIYONO ALUMNI D3 ENGLISH UNDIP JUGA. SAYA TERTARIK DG ARTIKLE ANDA.
MOHON CONTACT SAYA MELALUI PAK GENTUR 081914541428