Saturday, April 8, 2017




 Humor dan Praktiknya di Masyarakat
Ahdi Riyono
Dosen di  Universitas Muria Kudus

Maraknya tanyangan lawakan cerdas dikenal dengan stand up comedy di beberapa stasiun televisi swasta Indonesia akhir-akhir ini seolah telah menjadi gaya hidup masyarakat modern. Lawakan jenis ini mendadak menjadi populer sebab dapat dijadikan alternatif hiburan masyarakat saat  masyarakat jenuh dengan hiruk pikuk berita politik, serta karut marut kebijakan publik pemerintah. Stand up comedy sebetulnya berakar dari budaya Eropa dan Amerika, dan sudah ada sejak abad ke-18.
Secara umum, stand up comedy adalah lawakan atau banyolan yang dilakukan di atas panggung oleh seseorang dengan mempermainkan pemakaian bahasa (language games) berdurasi 10 sampai 45 menit.  Sebetulnya melawak, lelucon, dagelan, guyon maton, sudah sangat lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dalam beberapa kesenian tradisional, seperti wayang, ketroprak, dan ludruk bisa dipastikan ada adegan dagelannya. Bahkan ceramah agama yang tanpa diselingi humor, audiennya cenderung ngantuk, dan tidak konsen. Jadi, tanpa  humor wacana apapun akan nampak kaku dan kering.
Oleh karenanya,  tak ada seorang pun yang tidak pernah berhumor. Hanya saja perbedaan humor antara orang satu dengan lainnya terletak pada frekuensi dan tujuannya. Ada orang yang berselera humor tinggi dan ada yang rendah.
Berdasarkan sebuah survey dari Lembaga Survey Research Indonesia (SRI) 50 % dari sepuluh mata acara yang paling digemari di Jakarta adalah program humor atau komedi (Yuniawan, 2005). Bahkan Frank Caprio mengatakan humor memiliki perang penting dalam kehidupan kita sampai dia menyamakannnya dengan kebutuhan oksigen bagi paru-paru manusia.
Dengan teknik lawakan, aneka warna gagasan yang lembut sampai yang sangat kasar atau keras dapat tersampaikan dengan elegan dan hampir zonder konflik. Tapi perlu diingat humor dibedakan atas dua jenis berdasarkan konteksnya, yaitu humor, dan tumor (Rohmadi, 2008). Humor adalah sesuatu yang dapat membuat penikmat humor tersenyum, tertawa,  dan senang, sementara tumor adalah humor yang diciptakan dengan kata-kata, sikap yang lucu, baik verbal maupun non verbal yang membuat penikmatnya jadi geram, tersinggung, marah, dan bahkan sakit hati. Tumor terjadi jika humor berlebihan. Sementara itu, Freud membagi humor menurut motivasinya, yaitu humor yang dibuat tanpa motivasi dikenal sebagai Comic sedangkan humor yang sengaja mencapai kesenangan melalui penderitaan orang lain disebut  Joke, misalnya satir, agresi, dan dagelan.
 Di Indonesia terdapat kelompok dagelan atau humor yang sangat terkenal pada zamannnya. Ada Bagito Cs, D’ Bodor, Jayakarta Group, Kwartet Jaya, Warkop DKI, dan Srimulat. Hanya saja kultur komedi cerdas misalnya yang mengadalkan kata-kata cerdas telah dilakukan dan dikenalkan oleh Warkop DKI, dan Bagito Cs. Sedangkan di era mellenium, almarhum Taufik Savalas menghadirkan aksi humoris yang mirip dengan stand up comedy saat ini. Stand up comedy Indonesia sebetulnya telah diawali oleh Iwel. Dia adalah comic pertama yang tampil membawakan stand up comedy di layar kaca dalam acara Bincang Bintang tahun 2005. Di sinilah awal kemunculan stand up comedy. Ironisnya pada waktu itu, sinarnya langsung meredup.
Humor Indonesia tentu berbeda dengan humor ala Amerika. Perbedaan terjadi karena faktor sosio-budaya yang berbeda dan terkait dengan konteks (siapa, kapan, di mana). Oleh karena itu, sebuah humor dapat dimuculkan dalam sebuah budaya tertentu.  Indonesia memiliki hubungan vertikal yang tajam antara orang tua-anak, penguasa-rakyat yang tidak memungkinkan kelakar kritik terbuka agresif. Sedangkan dalam budaya Amerika humor agresif dan terbuka diterima karena yang menjadi target humor sudah terbiasa dan dengan cepat dapat membalas atau mengalihkan sehingga pembuat humor dijadikan target berikutnya. Humor agresif terbuka akan menyakitkan manakala si target humor tidak berhasil melakukan serangan balik.
Dalam budaya kita, masalah seks juga tidak dapat dibicangkan secara terbuka, tetapi cenderung menggunakan humor etis atau agama. Contoh, seorang pendeta protestan seperti biasanya mengadakan kunjungan ke rumah jamaatnya yang baru.  Suatu hari ia mengunjungi rumah jamaatnya yang aktif sekali mengikuti kebaktiannya. Setelah ngobrol ke sana ke mari, Pak Pendeta bertanya, “ sebenarnya apa yang menarik hati Bapak sehingga memeluk agama Kristen?” “Begini Pak Pendeta, “jawabnya dengan polos, “saya dengar, Yesus itu orang Kudus” (Dananjaya, 1988). Pada suatu hari seorang mahasiswa lari terbirit-birit menuju kampus. Kemudian ia ditanya oleh kawan-kawannya kenapa sampai lari terbirit-birit. Ia pun menceritakan bahwa ia tadi akan berkelahi dengan seseorang, namun setelah melihat musuhnya ia langsung lari. Teman-temannya kembali bertanya apakah musuhnya itu berbadan besar. Dan jawabnya, “Anak kecil....tetapi Ambon....”
 Kebangkitan komedi cerdas saat ini membawa angin segar bagi bangsa Indonesia, karena dengannya, bangsa kita tambah cerdas dan kritis. Dalam kaitannya dengan pembelajaran logika berbahasa, humor dapat dijadikan bahan ajar berbahasa di sekolah. Karena berhumor memerlukan pengetahuan berbahasa yang baik, cara memilih diksi, cara menggunakan pertentangan atau plesetan yang dapat menciptakan kelucuan. Contohnya, ‘malioboro, malioboro, wis malio boros wae mas’. ‘ Bali wae neng djokdja’, Djokdja, Djok saja. More tea please. Tjap Jahe.
Jadi, lewat komunikasi jenaka yang berupa banyolan-banyolan itu, distansi (jarak) sosial budaya akan dapat dikontrol, dan akan dapat diatur. Masyarakat kita dikenal dengan ramah tamah, dan sopan santun, karenanya ketidaklangsungannya dalam bertutur, tidak aneh apabila mereka sering berbosa basi, dan berjenaka saat sedang melakukan tutur sapa. Semakin orang piawai dengan menggunakan humor, maka ia akan semakin mudah bergaul dan beradaptasi dengan masyarakat. Apalagi bagi orang Jawa penggunaan sanepa yang berisi kejenakan menjadi dasar penilaian apakah orang dikatakan sopan dan tidak.
Manfaat oarang berhumor juga dikemukakan oleh dunia kedokteran. Para ahli kedokteran dari Universitas maryland, Amerika Serikat, menemukan fakta bahwa humor dapat memperbaiki fungsi pembuluh darah. Dari hasil pengamatannya, mereka yang menonton film komedi  atau humor dapat tertawa lepas, pembuluh darahnya mengembang 22 % lebih cepat dari biasanya. Sebaliknya yang menonton film horor, pembuluh darahnya justru mengembang 35 % lebih lambat. Dengan demikian ternukti bahwa humor memberi pengaruh yang besar bagi kesehatan.

No comments: