Friday, April 7, 2017

Peningkatan Kualitas Guru Bahasa Inggris



Peningkatan Kualitas
Guru Bahasa Inggris pada LPTK
 Ahdi Riyono
Dosen Universitas Muria Kudus

Pendidikan tinggi di Indonesia akhir-akhir ini mendapatkan sorotan dan perhatian khusus dari berbagai pihak, terutama pemerintah. Mulai dari ketidakberdayaan lulusan dalam menghadapi pasar tenaga kerja global hingga masalah kontribusi ilmuan Indonesia yang kurang diakui di dunia Internasional karena sangat minim hasil penelitian ilmuan Indonesia yang dapat dimuat di jurnal internasional.  Permasalahan tersebut seharusnya menjadi perhatian utama dalam perbaikan mutu pendidikan tinggi.
Perbaikan harus segera dilakukan mulai dari kriteria penerimaan mahasiswa baru, proses belajar mengajar, lulusan yang berwawasan global, serta manajemen mutu internal. Yang tak kalah penting untuk disorot adalah peningkatan kualitas dosen. Salah satu permasalahan perguruan tinggi di Indonesia pada umumnya dan di perguruan tinggi swasta pada khususnya adalah sumber daya dosen. Sebagaimana yang pernah ditulis oleh Hendra Gunawan Guru besar ITB di Kompas (1/7/2013) dan Kompas (19/08/2013).
 Gunawan menyodorkan solusi perbaikan mutu dosen dengan (1) perbaikan perekrutan dan sistem promosi berbasis merit; (2) sistem peer review; (3) mobilitas dosen; (4) kompetisi yang sehat di antara perguruan tinggi; (5) otonomi dan kebebasan akademik; (6) sinergi pengajaran dan penelitian; (7) pendanaan; serta (8) keberadaan filantropis.
Liek Wilardjo, Guru Besar Fisika UKSW, dalam artikelnya di Kompas Sabtu, 24 Agustus 2013 ‘Mutu Dosen’ juga mengingatkan masalah penelitian dosen, Ia mencontohkan bahwa di universitas-universitas Amerika darma penelitian menjadi darma pertama, baru disusul darma pendidikan. Ini bukan bearti darma pendidikan kurang penting, tetapi darma pendidikan harus ditunjang dengan hasil-hasil penelitian. Di samping itu Liek Wilardjo menambahkan masalah lain dari dosen di Indonesia adalah inbreeding.
Dari permasalahan  di atas,  perlu adanya tindakan perbaikan  menyeluruh  (Total Quality Improvement) yang dilakukan secara bertahap terhadap perguruan tinggi. Perbaikan  dimulai dari internal perguruan tinggi sendiri, khususnya program studi. Program studi merupakan tulang punggung dari sebuah universitas. Apabila mayoritas kualitas program studi di bawah standar mutu nasional, dapat dipastikan perguruan tinggi itu bermutu rendah dan tentu akan menghasilkan lulusan yang tidak dapat bersaing di pasar kerja atau di dunia wirausaha.
Perguruan tinggi yang menghasilkan calon pendidik atau LPTK harus terus menerus ditingkatkan kualitasnya. Guru yang berkualitas merupakan salah satu syarat reformasi pendidikan di Indonesia. Berkaca dari apa yang telah dilakukan negara Finlandia dalam membenahi kualitas pendidikannya.
Finlandia melakukan reformasi pendidikan yang cukup radikal (Tilaar, 2013). Antara lain;  (1) mereka mengadakan transformasi pendidikan gurunya dengan mengubah program pendidikan guru secara radikal; (2)  mereka mengubah kurikulumnya berlawanan dengan kurikulum yang menekankan pada fakta dan ujian yang ternyata hanya menambah beban peserta-didik; (3) pada tingkat sekolah menengah ditekankan pada pengembangan karya dan pendidikan teknis; (4) menekankan pada belajar secara bebas. Peserta didik diberi kebebasan memilih program studinya nanti di universitas.; (5) mereka menerapkan inovasi-inovasi dalam mengajar dan pelajaran pada setiap tingkat pendidikan.
Daya serap alumni di dunia kerja dan usaha sangat penting bagi Perguruan Tinggi, terlebih bagi program studi dalam menghadapi akreditasi. Standar akreditasi adalah tolak ukur yang harus dipenuhi oleh program studi sarjana. Standar akreditasi terdiri atas beberapa parameter (indikator kunci) yang dapat  digunakan sebagai dasar (1) penyajian data dan informasi mengenai kinerja, keadaan dan perangkat kependidikan program studi sarjana, yang dutuangkan dalam instrumen akreditasi; (2) evaluasi dan penilaian mutu kinerja, keadaan dan perangkat kependidikan program studi sarjana pendidikan Bahasa Inggris, (3) penetapan kelayakan program studi sarjana pendidikan Bahasa Inggris  untuk menyelenggarakan program-programnya; (4) perumusan rekomendasi perbaikan dan pembinaan mutu program studi  sarjana Pendidikan Bahasa Inggris (BAN-PT, 2008: 6). Program studi Bahasa Inggris harus mengelola lulusan sebagai produk dan mitra perbaikan berkelanjutan program studi tersebut. Program studi juga harus berpartisipasi aktif dalam pemberdayaan dan pendayagunaan alumni.
Dengan demikian, keberadaan daya serap lulusan program studi Pendidikan Bahasa Inggris sangat dibutuhkan bagi setiap LPTK swasta. Untuk itu penting dilakukan pelacakan atau penelitian daya serap lulusan di lapangan kerja. Lulusan adalah status yang dicapai mahasiswa setelah menyelesaikan proses pendidikan sesuai dengan persyaratan kelulusan yang ditetapkan program studi sarjana. Sebagai salah satu keluaran langsung dari proses pendidikan yang dilakukan program studi sarjana, lulusan yang bermutu memiliki ciri penguasaan kompetensi akademik termasuk hard skills dan soft skills dibuktikan dengan kinerja lulusan di masyarakat sesuai dengan profesi dan bidang ilmu.
Kompetensi hard skill yang mumpuni, artinya memiliki ketrampilan bahasa Inggris yang native like (mirip penutur jati), memiliki pengetahuan  budaya berbasis multikultural yang luas, berkepribadian Indonesia, miliki ketrampilan pedagogik yang mumpuni, ditunjang dengan kemampuan mendesain pembelajaran berbasis IT (Information Technology). Sedangkan dalam soft skill,  lulusan mampu membangkitkan kreatifitas yang akan melahirkan entrepreneur yang sangat dibutuhkan oleh suatu bangsa untuk maju (Tilaar, 2013),  mampu berkomunikasi dan berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Kinerja lulusan yang baik akan berdampak pada pelayanan yang diberikan kepada masyarakat secara berkualitas. Pelayanan adalah: (1) perihal atau acara melayani; (2) usaha melayani kebutuhan orang lain  dengan memperoleh jasa (KBBI, 2005: 646).
Untuk menunjang lulusan yang berkualitas tersebut, program studi harus menyusun langkah-langkah strategis pengembangan. Antara lain dengan melakukan analisis SWOT program studi. Dengan analisis model ini didentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang dihadapi program studi.
Kelebihan misalnya, fasilitas PBM, staf akademik, sarana dan prasarana yang tersedia, dan kurikulum, sehingga memiliki potensi untuk berkembang menjadi pusat studi guru Bahasa Inggris yang memadai. Sedangkan contoh kelemahan meliputi belum terselenggaranya pengelolaan administrasi secara mandiri karena keterbatasan staf administrasi, belum terciptanya suasana akademik yang diharapkan, masih lemahnya sistem pembinaan dan pengawasan staf oleh pimpinan program studi terutama terhadap pelaksanaan PBM, belum berjalannya PBM secara berkualitas, kurangnya fasilitas bahan pustaka yang mendukung PBM, tingginya beban kerja dosen, minimnya sumber pendanaan program studi, belum tercipta budaya ilmiah yang ditandai penelitian, dan penulisan karya ilmiah dosen, aktivitas menulis buku ajar dan panduan praktikum dan lain-lain, kurangnya aktivitas praktik mahasiswa, minimnya media pembelajaran, rendahnya produksi materi ajar berbasis penelitian, sistem jaminan mutu, tata pamong, dan pengelolaan program.
Setelah analisis swot dilakukan  perbaikan kultur organisasi dengan prinsip kaizen, yakni perbaikan terus-menerus, sedikit  demi sedikit (step by step improvement). Kultur organisasi LPTK dari top-down menjadi bottom up atau disebut dengan institusi hirakis segitiga terbalik. Pemimpin memberi dukungan dan wewenang kepada para staf dan mahasiswa. bukan mengontrol mereka. Perubahan paradigma dengan model segitiga terbalik yang diadopsi dari Karl Albretcht menekankan pada pola yang berorientasi pada pemberian layanan dan pentingnya pelanggan bagi institusi.

No comments: